DPRD Surabaya Ingatkan Pentingnya Koordinasi Antara KSH dengan RT/RW
Anggota Komisi C DPRD Kota Surabaya, Sukadar menyampaikan bahwa antara Kader Surabaya Hebat (KSH) dengan para Ketua RT dan Ketua RW itu ada yang terjadi miskomunikasi dalam penugasannya.
Surabaya, HB.net - Keberadaan Kader Surabaya Hebat (KSH) memang cukup membantu Pemerintah Kota Surabaya. Namun di beberapa kampung keberadaan mereka seringkali bersinggungan dengan para Ketua Rukun Tetangga (RT) dan Ketua RW (Rukun Warga) setempat. Bahkan ada juga yang terjadi miskomunikasi diantara mereka sendiri.
Menanggapi hal itu, anggota Komisi C DPRD Kota Surabaya, Sukadar menyampaikan bahwa antara Kader Surabaya Hebat (KSH) dengan para Ketua RT dan Ketua RW itu ada yang terjadi miskomunikasi dalam penugasannya.
Harus disadari bahwa mereka semua menerima Surat Keputusan (SK) sebagai surat tugasmya, sebetulnya semua dari Pemerintah Kota. Dalam hal ini dari Walikota Surabaya.
“Untuk para Ketua RT dan RW, SK-nya memang ditanda tangani Camat, tetapi tetap atas nama Pemerintah Kota Surabaya. KSH sendiri merasa terkait SK-nya bukan dari RT ataupun RW. Mereka merasa SK-nya ditanda tangani atas nama Wali Kota Surabaya. Sementara di lapangan KSH merasa sejajar dengan RT,” ungkapnya.
Sukadar menyampaikan bahwa karena merasa KSH itu sejajar dengan RT, maka setingkali apa yang dilakukan oleh KSH itu tidak berkoordinasi dengan RT. Seharusnya bukan begitu. Karena posisi KSH itu, tetap di bawah naungan RT dan RW. Karena KSH adalah bagian warga RT dan RW tersebut.
“Walaupun KSH ini yang menetapkan atas nama Wali Kota juga, tetapi dalam ruang lingkup kerja masih di bawah ruang lingkup RT,” ungkap Sukadar.
Politisi yang akrab disapa Cak Kadar ini menjelaskan, seringkali posisi KSH itu membuat laporan langsung ke Wali Kota. Ada persoalan-persoalan di wilayah kampung itu RT dan bahkan RW di wilayah tersebut belum tentu tahu.
“Secara otomatis posisi KSH itu seolah-olah berdiri sendiri disitu, lepas dari RT. Padahal, sebenarnya bukan seperti itu. Sebenarnya KSH tetap di bawah naungan RT setempat. Karena bagian dari ke RT-an ini,” tegas Cak Kadar.
Kedua, lanjutnya, bukan hanya di tingkat RT dan RW. Bahkan terkadang Lurah juga tidak tahu. Yang dikhawatirkan, ketika ada “sambat warga” ke Wali Kota Eri Cahyadi, KSH langsung nyelonong langsung menyampaikannya.
“Tiba-tiba Pak Wali Kota jelas menegur. Bagaimana Lurahnya, seperti apa Camat. Kenapa ada kejadian seperti ini kok sampai tidak tahu. Kemudian yang terjadi Camat menegur Lurah. Lurah akan menegur RW. Maka RW akan berkata dia tidak tahu. Bahkan ketika RW menegur RT, maka RT akan bilang bahwa dirinya tidak pernah diberitahu oleh KSH yang bersangkutan,” papar Sukadar.
Ribuan kader kesehatan saat mengikuti apel siaga DBD dan Covid-19 di GOR 10 November.
Dia menegaskan bahwa dirinya menyadari tugas KSH saat ini mengalahkan tugas Aparatur Sipil Negara (ASN).
Padahal tugas pemerintahan harus diselesaikan oleh aparatur pemerintah. Bukan dilempar kepada swasta atau orang lain. “Menurut peraturan Menpan, kalau itu merupakan tugas ASN. Tidak boleh dilakukan atau dikerjakan oleh diluar ASN. Tapi kalau melihat potensi di Kota Surabaya itu banyak pekerjaan yang dilakukan oleh KSH,” terang Sukadar.
Sukadar juga mencontohkan, pagi ada tugas pendataan untuk KSH, sorenya sudah ada tugas pendataan lainnya. Tugas pendataan hari itu belum selesai. Besoknya, sudah ada tugas pendataan yang lain. Otomatis ada penumpukan pekerjaan di KSH.
“Nah, karena KSH merasa dibutuhkan dalam hal ini. Akhirnya, ‘Aku’ nya muncul. Secara otomatis para KSH ini merasa tidak perlu berkoordinasi dengan RT dan RW,” beber Cak Kadar.
Untuk itu, dirinya menyarankan agar minimal dari OPD ini bisa melakukan koordonasi dengan beberapa OPD terkait. Pihaknya berharap antar OPD bisa meluruskan persoalan-persoalan seperti ini. Duduk bareng untuk melakukan koordinasi. (lan/ns)