Dugaan Ada Jual Beli Surat Negatif Covid-19 di Pelabuhan Ketapang, Klinik Shinta Sudah Laporan ke Dinkes Banyuwangi
Hasil pantauan dan investigasi tim Harian Bangsa selama beberapa hari di lapangan, diketahui ada dugaan permainan jual beli surat keterangan kesehatan negatif tanpa dilakukan pemeriksaan oleh tenaga medis.
BANYUWANGI, HB.net - Peraturan tentang kewajiban para calon penumpang kapal yang hendak menyeberang ke Bali melalui pelabuhan Ketapang harus membawa surat keterangan kesehatan negatif covid-19. Hal ini dimanfaatkan oknum yang tidak bertanggungjawab untuk mencari keuntungan pribadi dengan cara memanipulasi data hasil rapid test yang dikeluarkan melalui surat keterangan kesehatan negatif covid-19.
Hasil pantauan dan investigasi tim Harian Bangsa selama beberapa hari di lapangan, diketahui ada dugaan permainan jual beli surat keterangan kesehatan negatif tanpa dilakukan pemeriksaan oleh tenaga medis. Kebanyakan "permainan" tersebut dilakukan pada malam hari sekitar pukul 21.00 wib hingga menjelang subuh.
Untuk mengelabuhi petugas, kendaraan yang hendak menyeberang seperti travel dan bus yang baru datang terlebih dahulu diparkir di depan pelabuhan ASDP Ketapang untuk membeli tiket online yang di dekatnya juga terdapat beberapa klinik kesehatan untuk rapid test.
Para penumpang bus dan travel kebanyakan tidak turun dari kendaraan, namun sopir atau pengurus langsung mengambil surat keterangan kesehatan yang telah disiapkan terlebih dahulu oleh petugas kesehatan sesuai dengan data nama penumpang yang ada di Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang terlebih dahulu dikirim oleh para sopir atau pengurus bus dan travel.
Hal tersebut dibenarkan oleh salah satu penumpang bernama Harianto, warga jalan Mendut Kelurahan Tamanbaru, kecamatan Banyuwangi Kota. Dirinya bersama 7 orang temannya juga pernah melakukan perjalanan ke Bali dengan biaya tiket sebesar Rp 350 ribu include dengan biaya kesehatan rapid test. "Biaya tiket tersebut sudah termasuk biaya kesehatan rapid test," kata Harianto.
Biaya Rp 350 ribu itu dengan rincian Rp 150 ribu biaya tiket kendaraan dan Rp 200 ribu untuk rapied test. Harianto dijemput travel bersama 7 orang temannya di Sukowidi Banyuwangi. Namun sesampai di depan pelabuhan saat kendaraan parkir, dirinya dan penumpang lain tidak disuruh turun dari kendaraan untuk rapid test.
"Hanya sopir minta KTP semua penumpang dan turun dari kendaraan setelah itu sopir kembali membawa amplop berisi surat keterangan kesehatan dan dibagikan sesuai nama masing-masing penumpang tanpa dilakukan pemeriksaan medis," kata Herianto.
Sementara itu, penanggung jawab Klinik Shinta, dr. Inda Melina mengatakan, pihaknya sudah lama melapor ke Dinas Kesehatan Banyuwangi. Terkait surat keterangan rapid test antigen yang diterima Suhariyanto berlogo Klinik Shinta tersebut adalah palsu. "Itu terlihat dari nomor rekam medisnya, sudah beda," kata Inda yang enggan menjelaskan lebih rinci perbedaanya saat konfirmasi di Klinik Shinta yang beralamat di Jalan Gajah Mada, Giri, Banyuwangi, Selasa (6/4).
Menurutnya, pemalsuan surat tersebut sudah sering terjadi. Bahkan juga dialami Klinik-klinik yang lain. "Tidak hanya Klinik Shinta saja, Klinik lain juga ada surat keterangan rapid test yang dipalsukan. Kami disini juga jadi korban. Seyogyanya warga jangan mau sudah membayar tetapi tidak dites. Kalau kami, pastikan selalu menjalankan sesuai SOP. Diperiksa terlebih dahulu, lalu kita keluarkan hasilnya," pungkasnya. (guh/diy)