Fenomena Harga Bawang Putih yang Mahal, KPPU Cari Pokok Persoalannya
Jakarta, HB.net - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mencoba mengurai persoalan mahalnya harga bawang putih belakangan ini dengan mengumpulkan berbagai pihak yang berkaitan dengan komoditas pangan tersebut.
Dalam diskusi kelompok terpumpun (focus group discussion/FGD) bertema “Bergejolaknya Harga Bawang Putih”, KPPU mengumpulkan Badan Pangan Nasional (Bapanas), Ombudsman RI, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, Kementerian Pertanian RI, Kementerian Perdagangan RI, Ditjen Bea dan Cukai, akademisi, serta importir bawang putih untuk membahas fenomena tersebut guna tranparansi kepada publik.
"Terungkap bahwa faktor ketergantungan pada impor dari negara tertentu, faktor cuaca, dan realisasi jadwal impor sebagai faktor penyebab tingginya harga bawang putih belakangan ini," kata Ketua KPPU M. Fanshurullah Asa (Ifan).
Sebagaimana diketahui, KPPU belakangan ini aktif melakukan pemantauan atas harga dan ketersediaan bawang putih di pasar secara nasional. KPPU sudah turun langsung di 7 wilayah kerja untuk melakukan pengecekan komoditas bawang putih.
“Memang ada kecenderungan harga turun, namun kebanyakan masih tinggi. Kami mencari persoalannya apa dan dari mana. Rupanya, Harga Eceran Tertinggi (HET) masih menggunakan data Bapanas tahun 2019. Jadi kami mengumpulkan pihak-pihak terkait guna meningkatkan transparansi publik sekaligus menentukan posisi atau kebijakan internal KPPU atas persoalan tersebut,” jelas Ifan.
Bapanas dalam pertemuan mengatakan, faktor cuaca menjadi hal yang paling penting terkait impor bawang putih saat ini. Sebagai informasi, 95 persen komoditas bawang putih nasional berasal dari impor, sisanya ditanam petani lokal.
Saat ini, realisasi impor bawang putih tercatat sebanyak 127.542 ton dengan total distribusi di 16 wilayah di Indonesia hingga Februari 2023 sebesar 43.046 ton. Impor bawang putih yang masuk di Indonesia hanya melalui Tanjung Priok, Tanjung Perak, Belawan, dan Makassar. Sedangkan Indonesia memiliki 43 importir bawang putih yang tersebar di 9 provinsi.
Anggota KPPU Eugenia Mardanugraha mendapat informasi bahwa harga bawang putih yang mahal yang salah satunya disebabkan kendala cuaca hujan di Tiongkok. Kualitas bawang putih yang tiba di Indonesia menjadi rendah, karena kondisi bawang putih sudah basah terkena hujan.
“Izin impor bawang putih di akhir 2023, masih bisa dijual sampai April 2024. Jadi harga masih stabil, menggunakan harga lama. Tapi setelah April 2024, kualitas bawang putih menurun, harga baru impor dari Tiongkok pun sudah mahal,” kata Eugenia.
HET komoditas bawang putih dari Bapanas diketahui sebesar Rp 32.000 per kg. Namun tidak dijelaskan di tingkatan mana HET ini berlaku, baik di distributor, agen, atau penjual eceran. HET ini juga melingkupi seluruh Indonesia. Sebagai solusi, KPPU meminta Bapanas untuk menetapkan harga komoditas bawang putih per wilayah agar terukur, serta menghindarkan potensi kartel baik di importir, agen, maupun penjual eceran.
Impor bawang putih hanya berasal dari Tiongkok, KPPU juga akan menganalisis apakah jika ada perubahan kebijakan terkait importasi, akan terdapat potensi pelanggaran persaingan usaha tidak sehat atau permainan harga pasca perubahan kebijakan.
Masukan lain yang ditangkap dari FGD ini adalah penghapusan program wajib tanam bagi importir karena swasembada bibit bawang putih yang akan dicapai melalui kebijakan ini terbukti gagal.
Selain itu perlu ditiadakannya sistem quota karena tidak ada produsen dalam negeri yang perlu dilindungi mengingat 95 persen komoditas bawang putih berasal dari impor. Ini bisa menjadi masukan bagi saran dan pertimbangan KPPU ke depan. (diy/ns)