Kado Akhir Tahun Rektor UTM, Dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Hukum , Bertekad Bawa UTM Go Global dan Lahirkan Mahasiswa Berprestasi
Bangkalan, HB.net - Pengujung tahun 2024 menjadi kado manis bagi Universitas Trunujoyo Madura (UTM). Rektor UTM, Prof. Dr. Safi', S.H., M.H., dikukuhkan sebagai guru besar di bidang hukum perundang-undangan di gedung pertemuan RP. Moh. Noer UTM, Selasa (24/12/2024).
Prof. Safi adalah salah satu dari 24 profesor di UTM yang telah dikukuhkan sebagai guru besar. Banyak yang tidak menyangka dan menduga, bahwa mantan tukang bangunan dan penyabit rumput semasa SD juga mampu menjadi guru besar.
Rektor kelahiran 25 September 1974 itu juga sempat menjadi khaddam (pembantu) selama nyantri di Pondok At Taufiqiyah selama 8 tahun, pada 24 tahun lalu. Momentum emas Prof. Safi' ini seiring kesuksesannya sebagai nahkoda UTM. Di bawah kepemimpinannya, UTM mampu meraih predikat akreditasi unggul. Bahkan 7 prodi terakreditasi internasional. Tidak hanya itu, prestasi-prestasi dari dosen dan mahasiswa UTM juga telah banyak diraih.
UTM saat ini punya 34 prodi, dan sedang proses pendirian baru sekitar 17 prodi, mulai dari jenjang S1 akademik, S1 terapan, S2 dan S3, termasuk Prodi kedokteran. Mulai tahun 2024 ini, selain membuka jalur untuk mahsiswa asing, juga membuka jalur RPL (Rekogbisi Pembelajaran Lampau) . Tak heran, UTM menjadi kampus incaran calon mahasiswa. Termasuk dari mancanegara, karena saat ini sudah ada sejumlah mahasiswa dari luar negeri yang kuliah di UTM.
Prof. Safi' memang punya tekad untuk menjadikan UTM sebagai universitas global yang mampu bersaing dengan universitas tingkat dunia lainnya. Hal itu sekaligus upaya mewujudkan visi UTM, yaitu menjadi universitas unggul, tangguh, dan mandiri, serta bertaraf internasional.
Sementara, dalam pidoto pengukuhannya, Prof. Safi' memaparkan urgensi penyatuan kewenangan pengujian perundang-undangan (judicial review) kepada Mahkamah Konstitusi dalam menjamin keadilan dan kepastian hukum.
Ada dua konsep dan tawaran solusi untuk menyatukan kewenangan judicial review ke dalam Mahkamah Konstitusi, yaitu:
1. Amandemen rumusan ketentuan Pasal 24A ayat 1 dan Pasal 24C ayat 1 UUD NKRI Tahun 1945, dengan mengeluarkan kewenangan Mahkamah Agung untuk menguji peraturan di bawah UU terhadap UU dan memasukkannya sebagai kewenangan Mahkamah Konstitusi
2. Menafsirkan kata Undang-Undang dalam Pasal 24C ayat 1 UUD NKRI tahun 1945 sebagai wet in materiele zin, yang meliputi undang-undang dan seluruh jenis peraturan perundang-undangan di bawahnya.
Prof. Safi memberikan kesimpulan:
1. Kedudukan pengujian peraturan perundang-undangan dalam sistem ketatanegaraan RI pada hakikatnya: sebagai bentuk kontrol normatif dalam negara hukum, sebagai bentuk cheks and balance sistem dalam penyelenggaraan negara, dan sebagai instrumen perlindungan HAM.
2. Politik hukum pemisahan kewenangan judicial antara Mahkamah Konstitusi hanyalah didasari oleh alasan teknis-praktis semata. Yaitu karena Mahkamah Agung sebelumnya sudah memiliki kewenangan tersebut. Padahal seharusnya politik hukum dan kebijakan hukum bersifat strategis untuk kepentingan bangsa dan negara.
3. Pemisahan kewenangan jucial review tidaklah tepat. Sehingga ke depan harus diintegrasi dan di bawah Mahkamah Konstitusi, yaitu melalui perubahan atau penafsiran Pasal 24A ayat 1 dan Pasal 24C ayat 1 NKRI tahun 1945. (uzi/ns)