Kasus Jalan di Tempat, Pelaku Penganiayaan Bebas Berkeliaran
Kasus penganiayaan terhadap Tjiu Hong Meng alias Ameng (53) belum sepenuhnya tuntas.
Surabaya, HARIANBANGSA.net - Kasus penganiayaan terhadap Tjiu Hong Meng alias Ameng (53) belum sepenuhnya tuntas. Kasus yang dilaporkan di Mapolrestabes Surabaya pada 21 April 2024, hingga saat ini masih jalan di tempat.
Dari laporan penganiayaan yang terjadi, Ameng mengalami kondisi sejumlah luka dan trauma. Baik fisik maupun psikis itu tak kunjung selesai di meja penyidik.
Hal itu diucapkan oleh kuasa hukum korban, Firman Rachmanudin. Ia menyayangkan lambannya proses penyelidikan hingga penyidikan atas kasus yang sebetulnya dapat dibuktikan secara sederhana itu.
"Visum dan saksi harusnya sudah cukup untuk dapat menyimpulkan para pelaku penganiayaan. Bukan malah berbelit pada motif penganiayaan. Perbuatan dan peristiwa hukum dugaan pidananya sudah jelas," kata Firman saat dikonfirmasi, Jumat (28/6).
Menurutnya, penyidik tak mampu menuntaskan perkara yang dinilai mudah tersebut. Padahal sesuai Perkap Nomor 12 Tahun 2009 tentang Klasifikasi Perkara, batas maksimal penyidikan itu dikategorikan berdasarkan tingkat kesulitan.
"Bila ada korban dipukul dan disaksikan beberapa orang, kemudian ada dampak trauma, sehingga unsur pasal 183 KUHAP masuk, maka harusnya dengan kompetensi penyidik Polrestabes Surabaya yang diatas rata-rata ini menjadi perkara yang mudah dengan batas maksimal 30 hari penyelesaian sampai dilimpahkan pada jaksa," tambahnya.
Firman menyebut, lambatnya penanganan penyidikan dan terkesan kasus itu jalan di tempat. Hal ini terlihat adanya permainan hukum yang terjadi dan diduga antara kuasa hukum pelaku dengan pihak Polrestabes Surabaya.
"Beberapa waktu lalu, klien kami sempat bercerita didatangi oleh salah satu utusan dari tokoh terkenal di Surabaya. Menurutnya, kedatangan orang tersebut membawa misi untuk mendamaikan para terduga pelaku dengan klien kami," lanjutnya.
Selain proses laporan yang lamban, Ameng juga dilaporkan oleh salah satu terduga pelaku penganiayaan di Mapolsek Bubutan atas peristiwa yang sama. Bahkan, tidak ada satupun saksi dari pegawai restoran Hainan milik Ameng yang berada di Jalan Pahlawan No. 73 Surabaya itu yang diperiksa penyidik Polsek Bubutan. Namun perkaranya justru dinaikkan dari penyelidikan ke penyidikan.
"Fungsi saksi adalah sebagai pertimbangan penyidik menentukan arah perkara dan menambah keyakinan penyidik atas penanganan suatu perkara. Jika dalam peristiwa yang sama namun ada laporan yang berbeda, penyidik yang berkompeten seharusnya memanggil para pihak dan saksi-saksi yang berada di lokasi kejadian untuk dimintai keterangannya sebagai upaya membentuk objektifitas penanganan perkara," kata Firman.
Kejanggalan-kejanggalan itu membuat pihak Ameng meminta perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). "Langkah ini kami lakukan sebagai wujud memperjuangkan hak hukum dan kebenaran terhadap korban. Alhamdulillah aduan kami sudah diterima dan menunggu tindak lanjut dari LPSK," tandasnya.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Hendro Sukmono ketika dikonfirmasi mengungkapkan, “Kasus tersebut masih dalam penyelidikan. Mohon waktu untuk kita pelajari lagi,” ujarnya, Jumat (28/6).(yan/rd)