Komisi D DPRD Surabaya Minta Pemkot Tak Buru-buru Buka Pembelajaran Tatap Muka
"Jika terburu buru resikonya pada nyawa, semua tidak ada yang tahu mereka ini OTG atau tidak, belum termasuk guru yang mengajar."
SURABAYA,HARIANBANGSA.net - Anggota Komisi D DPRD Surabaya Ibnu Shobir mengingatkan supaya Pemkot Surabaya tidak terburu buru menerapkan proses belajar mengajar dengan cara tatap muka. Karena penyebaran covid19 yang masih tinggi.
Peringatan itu disampaikan menyusul rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya untuk membuka Proses Belajar Mengajar (PBM) di 21 SMP ditengah pandemi covid19.
"Jika terburu buru resikonya pada nyawa, semua tidak ada yang tahu mereka ini OTG atau tidak, belum termasuk guru yang mengajar. Untuk jumlah siswa di surabaya aja mencapai 500 ribu mulai TK, SD, SMP, SMA, belum termasuk guru," terangnya
Politisi PKS itu kembali mengatakan siapa yang bisa memberikan garansi aman, jika sekolah dibuka untuk proses belajar mengajar secara tatap muka. "Jika dipaksakan, pelajar dan guru harus mempunyai surat sehat terlebih dahulu" jelasnya.
Ibnu Shobir mengkhawatirkan kalau sekolah dipaksakan buka dengan tatap muka, bisa menjadi klaster baru. "Siapa yang mau bertanggung jawab jika itu terjadi," tambahnya.
Siswa sedang melakukan pembelajaran secara daring
Menurut Shobir semua yang terlibat belum siap kalau sekolah di buka, mulai dari guru maupun pelajar. Karena siap itu tidak hanya sarana saja, seperti menyiapkan Hand Sanitizer, tempat cuci tangan. Namun yang susah itu adalah mengendalikan perilaku baru, seperti menggunakan masker, atau mereka mau jujur jika sedang demam.
"Pengendalian sikap yang sulit jika sekolah dipaksa tatap muka," jelasnya.
Shobir kembali mengatakan, pendidikan harus tetap berjalan. "Sampai saat ini saya belum melihat pemkot melakukan pendampingan bagi siswa yang belajar di rumah yang menggunakan sistem daring," pungkasnya.
Sebelumnnya, Rencana akan dimulainya pembelajaran tatap muka yang sudah santer di masyarakat direspon Wakil Ketua DPRD Surabaya, Reni Astuti. Seperti diketahui, sejak Pandemi Covid-19 berlangsung, sistem pembelajaran siswa sekolah berlangsung secara daring (Online-red). Kondisi ini, banyak dikeluhkan masyarakat lantaran selain harus menyiapkan perangkat baik HP, Laptop, dan kuota internat, waktu orang tua pun tersita untuk mendampingi anak-anak mereka.
Menurut Reni, hal itu wajar lantaran Pemkot Surabaya juga sedang berusaha mencegah timbulnya klaster baru penyebaran Covid-19. Terlebih, kata dia, akan sangat berbahaya apabila klaster penularan terjadi pada anak-anak usia sekolah dan di lingkungan sekolah.
Merespon rencana pembelajaran tatap muka yang mulai santer, Reni meminta Pemkot Surabaya benar-benar berhitung secara cermat. Sebelumnya, Reni mengaku banyak menerima pengaduan terkait pembelajaran online. Para wali murid mengadu terkait ekonomi yang sulit ditambah harus tetap membelikan kuota internet bagi anaknya. Belum lagi, sinyal internet yang tidak stabil. Pembelajaran online yang berdurasi panjang pun tidak maksimal. Karena itu, dia berharap sistem pembelajaran bisa diubah lebih efektif dan tidak bertele-tele.
Reni mengerti perasaan semua wali murid. Menurut dia, situasi memang mengharuskan pelajar untuk tetap di rumah. Sudah ada pembicaraan soal kembali masuk sekolah antara dinas pendidikan dan komite sekolah. Namun, dia meminta benar-benar diperhitungkan dengan matang. Terlebih, Kemendikbud sudah memrediksi pembelajaran online kemungkinan bisa sampai akhir tahun.
Untuk itu, Reni menambahkan, anggaran bantuan operasional sekolah (BOS) dari pemerintah pusat dan bantuan operasional pendidikan daerah (bopda) bisa digunakan untuk membelikan kuota murid.
Reni mengatakan bahwa secara normatif memang sekolah bisa memanfaatkan anggaran itu. Namun, dia menilai kepala sekolah negeri tidak mungkin berani menganggarkan hal tersebut tanpa adanya arahan dari dinas pendidikan. ”Kalau boleh, seharusnya dispendik memberikan instruksi. Jangan dibiarkan mengambang begini,” ujarnya.(lan/ns)