Konversi LPG ke Kompor Induksi Diharapkan Subsidi Jadi Tepat Sasaran
PLN mengusung program konversi dari kompor Liquefied Petroleum Gas (LPG) ke kompor induksi untuk meningkatkan demand listrik dan memangkas defisit neraca perdagangan.
Jakarta, HARIANBANGSA.net - PLN mengusung program konversi dari kompor Liquefied Petroleum Gas (LPG) ke kompor induksi untuk meningkatkan demand listrik dan memangkas defisit neraca perdagangan. Program ini juga dapat menyelesaikan permasalahan subsidi energi yang selama ini dinilai kurang tepat sasaran.
Selama ini, subsidi energi yang dikeluarkan pemerintah terus mengalami kenaikan setiap tahunnya. Subsidi energi naik rata-rata 3,7 persen setiap tahun dan diperkirakan pada 2022 alokasi subsidi energi naik 4,3 persen dibandingkan 2021.
Alhasil tahun depan kenaikan subsidi energi diperkirakan menjadi Rp 134 triliun. Subsidi energi ini terdiri dari subsidi jenis BBM tertentu dan LPG Tabung 3 kilogram (kg) sebesar Rp 77,54 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp 56,47 triliun.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf presiden Edy Priyono menyebutkan, sekitar 65 persen dari subsidi LPG yang menikmati bukan kelompok miskin atau rentan miskin. Sehingga ini tidak tepat sasaran.
Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan Bob Saril menyebut, selama ini metode penyaluran subsidi dalam bidang kelistrikan terbukti paling efektif dibandingkan subsidi energi yang lain.
Dia pun sadar, kompor induksi membutuhkan daya listrik yang cukup besar. "Jadi PLN sudah mulai mengkaji mekanismenya untuk pelanggan yang disubsidi. Sehingga masyarakat kurang mampu juga akan mendapatkan manfaat dari program konversi ke kompor induksi," kata Bob.
"Kita sudah diskusikan dengan regulator, dalam hal ini Kementerian ESDM. Atau bisa juga kita memanfaatkan digitalisasi, kompor listrik sekarang sudah digital juga jadi bisa ditandai untuk menyalurkan subsidi yang tepat sasaran," imbuhnya.
Penggunaan kompor listrik juga terbukti lebih murah, karena tingkat efisiensinya tinggi. "Bahasa mudahnya kalau memasak air dengan kompor listrik dan gas, maka waktu yang dibutuhkan untuk memasak menggunakan listrik lebih cepat," paparnya.
Senada, Ekonom Indef Abra Talattov menilai program konversi dari kompor LPG ke kompor induksi ini tak hanya mengurangi defisit neraca perdagangan, tetapi juga menjaga ketahanan energi. Dia pun melihat manfaat positif konversi kompor induksi ada dari sisi subsidi.
"Harga LPG subsidi selama 14 tahun harganya tidak pernah berubah. Jadi gap antara LPG subsidi dan tidak sekarang sudah sekitar Rp 5.300 per kg. Jadi sangat wajar, hampir 60 persen masyarakat yang tidak berhak turut menikmati LPG bersubsidi. Kalau dibiarkan terus, subsidi energi yang diberikan pemerintah akan terus tidak tepat sasaran," ujarnya.
Pelanggan non subsidi juga harus menjadi target pelanggan konversi energi ini. Terlebih ketika PLN menyebutkan efisiensi kompor induksi, tentu kalangan menengah atas akan lebih rasional. "Jadi saran saya, sasaran awal para ASN, pegawai BUMN, TNI/Polri, pemerintah dan para pejabat, untuk memberi contoh kepada masyarakat. Menggunakan kompor listrik ini memang hemat dan aman," pungkasnya. (diy/rd)