Kuatir Dikebiri, 11 OP Kesehatan di Mojokerto Tolak RUU Omnibuslaw
Penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law di daerah terus berlanjut.
Mojokerto, HARIANBANGSA.net - Penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law di daerah terus berlanjut. Di Mojokerto, koalisi organisasi profesi (OP) kesehatan se-Mojokerto Raya menolak draf regulasi sentral aturan main dalam dunia kesehatan.
Para perwakilan yang tergabung dalam organisasi profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Mojokerto dan 10 organisasi profesi dari kota-Kabupaten Mojokerto. Yakni Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Persatuan Ahli Teknologi Laboratorium Medik Indonesia (Patelki), PTGMI, dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI). Mereka menganggap aturan baru tersebut nantinya akan mengebiri hak OP dalam melakukan pembinaan terhadap anggotanya.
Mereka membentangkan spanduk penolakan di depan kantor IDI dan akan mengirimkan surat penandatangan penolakan kepada organisasi profesi masing-masing.
“Yang kami rasakan adalah Surat Tanda Registrasi (STR) itu berlaku seumur hidup. Padahal dari STR itu kami bisa menilai dan mengevaluasi kinerja anggota. Sehingga anggota tidak bisa main-main. Sehingga kualitas dan kuantitas pelayanan kami terukur melalui registrasi SIP,” Ketua PPNI Kota Mojokerto Daniel B Setyawan sekaligus jubir koalisi, Senin (28/11).
Karenanya dalam siaran pers pernyataan sikap penolakan RUU Omnibus Law di kantor IDI Kota Mojokerto, para tenaga medis menyatakan bersatu menolak draf UU tersebut. “Karena kami punya perasaan yang sama kami dikerdilkan. Karenanya kami bersepakat menolak RUU omnibus law kesehatan,’’ serunya diamini puluhan tenaga medis yang hadir.
Di hadapan Ketua IDI Kota Mojokerto Achmad Rheza, Daniel menyatakan aturan kesehatan di masing-masing profesi dan itu berjalan baik. “Seperti dalam kasus Covid-19 kemarin, tapi tiba-tiba ada seperti itu. Aturan yang sudah settled ini harusnya didukung,” sergahnya.
Ketua IBI menambahkan, STR yang jadi aturan main di kebidanan diperbarui selama lima tahun. “Tapi dalam RUU itu nantinya diberlakukan seumur hidup. OP punya aturan membina anggota. Tapi dalam draf RUU itu tidak ada, sehingga kesannya OP tugasnya dikebiri itu yang kami keberatan,” cetusnya.
Tiap profesi, lanjutnya, sudah peranan dalam komitmennya masing-masing untuk mengendalikan etik displin anggotanya. Dan itu yang bisa diberikan pelayanan yang optimal. Tidak ada urgensitasnya menggabungkan aturan UU. Karena masing-masing OP sudah ada aturan teknis yang dikeluarkan Kementerian
“Kalau didok, kami punya langkah untuk judicial review. Kami menunggu instruksi dari pusat. Apapun instruksinya kami untuk mengikuti,” ancam Daniel.
Katanya, yang ia khawatirkan adalah STR itu berlaku seumur hidup. Padahal dari STR itu kami bisa menilai dan mengevaluasi kinerja anggota. Sehingga anggota tidak bisa main-main. Sehingga kualitas dan kuantitas pelayanan kami terukur melalui registrasi SIP.
“Kami dari OP terkait dengan STR. Kalau kami dari bidan diperbarui selama lima tahun. Tapi dalam RUU itu nantinya diberlakukan seumur hidup. OP punya aturan membina anggota. Tapi dalam draft RUU itu tidak ada, sehingga kesannya OP tugasnya dikebiri itu yang kami keberatan,” katanya.
Oleh karena itu, gabungan OP bidang kesehatan se-Mojokerto Raya menyatakan menolak isi RUU kesehatan karena berpotensi besar merugikan kepentingan masyarakat dan bisa berdampak terhadap keselamatan masyarakat.
Menuntut dan mendesak RUU dikeluarkan dari prioritas prolegnas, RUU berdampak menganggu keharmonisan koordinasi organisasi profesi kesehatan dengan pemda yang sejak lama terjalin. Serta mendukung perbaikan sistem dalam layanankesehatan dengan melibatkan OP dalam mengatur profesinya yang selama ini berjalan tertib. (yep/rd)