Solar Langka di Tuban, Nelayan Klimpungan, Pertamina: Konsumsi Solar Subsidi Sudah Lebih 10 Persen  

"Gara-gara solar langka kami tak bisa melaut jauh-jauh dan otomatis lokasi melaut tak sesuai harapan," terang Sulikan (38) seorang nelayan .

Solar Langka di Tuban, Nelayan Klimpungan, Pertamina: Konsumsi Solar Subsidi Sudah Lebih 10 Persen  
Antrean solar di SPBU Tuban. Pembelian nelayan dibatasi hanya 6 jeriken.

Tuban, HB.net - Nasib para nelayan di Wilayah Bulu, Kecamatan Bancar, Kabupaten Tuban makin tragis. Saat musim melaut justru stok BBM solar untuk kebutuhan kerja langka. Kelengkaan ini membuat mereka klimpungan.  Mereka rela antre berjam-jam di SPBU demi mendapatkan solar untuk melaut. Kesengsaraan nelayan kian bertambah saat pembelian dibatasi hanya 6 jeriken.

"Gara-gara solar langka kami tak bisa melaut jauh-jauh dan otomatis lokasi melaut tak sesuai harapan," terang Sulikan (38) seorang nelayan yang sekaligus pemilik kapal asal Desa Bulu Banjarjo, Kecamatan Bancar, Kabupaten Tuban, kepada wartawan, Selasa (29/3/2022).

Kelangkaan solar menurut nelayan sudah terjadi sejak 2 pekan lalu. Awalnya mereka tidak menganggap karena bukan saat musim ikan. Namun, sekarang ini saat musim ikan, kelangkaan masih terus terjadi.

"Ngantrenya panjang sekali, karena yang mengantri tak hanya nelayan saja. Tetapi, juga ada orang yang mengantri solar buat kebutuhan alat berat tambang," imbuh dia.

Menurut mereka, dari pada stok langka lebih baik harga solar dinaikkan. Tujuannya, agar para nelayan bisa pergi melaut sesuai harapan. Melihat kondisi seperti ini dikhawatirkan para nelayan bisa terjepit dan tak bisa pergi melaut.

"Kami meminta semoga pemerintah segera mengatasi persoalan BBM solar yang langka ini," pinta Likan sapaan akrabnya.

Konsumsi Solar Subsidi Sudah Lebih

Sementara itu, Section Head Communication Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus, Arya Yusa Dwicandra, menjelaskan sesuai perpres 191 tahun 2014 pertamina hanya bertindak sebagai lembaga penyalur. Sehingga, pihaknya tunduk pada regulasi yang ada.

Jenis harga solar ada 2 macam yaitu bentuk subsidi sesuai perpres 191/2014 dan tidak disubsidi atau harga industri. Untuk yang subsidi dibatasi oleh kuota yang ditentukan oleh pemerintah. Dimana pertamina tidak memiliki kewenangan apapun terkait hal tersebut.

"Namun, dalam penyalurannya kuota sering tidak sesuai dengan kebutuhan. Apalagi saat ini aktivitas masyarakat meningkat dan ekonomi sudah naik 5 persen," terang Arya saat dikonfirmasi, Selasa (29/3/2022).

Konsumsi solar subsidi saat ini sudah melebih 10 persen dari kuota yang ditetapkan oleh pemerintah per Maret 2022. Salah satu solusinya adalah kembali ke perpres 191 tahun 2014. Dimana pihak pemerintah, media, masyarakat, LSM serta pihak lain harus menjadi pengawas penyaluran.

"Sehingga, jika ada oknum SPBU yang terlibat sebaiknya dilaporkan kepada pihak berwajib," pungkasnya.

Sementara itu, Pjs. Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting menyampaikan, mengingat pertumbuhan ekonomi nasional saat ini yang realisasinya diatas 5 persen. Pasti akan berpengaruh terhadap peningkatan kebutuhan energi, salah satunya Solar subsidi. Menyikapi hal ini, Pertamina Patra Niaga akan terus memastikan stok dan menjamin terjaganya proses distribusi di lapangan dengan maksimal.

"Stok Solar subsidi secara nasional dilevel 20 hari dan setiap hari stok ini sekaligus proses penyaluran ke SPBU terus dimonitor secara real time. Namun, perlu diketahui secara nasional per Pebruari penyaluran Solar subsidi telah melebihi kuota sekitar 10 persen," jelas Irto.

Irto menambahkan, Pertamina Patra Niaga akan terus memonitor seluruh proses distribusi mulai dari Terminal BBM hingga konsumen untuk memastikan SPBU selalu tersedia bahan bakar bagi masyarakat. Khusus Solar subsidi, pihaknya akan fokus pelayanan di jalur logistik. Serta jalur-jalur yang memang penggunaannya adalah yang berhak menikmatinya.

"Jadi masyarakat tidak perlu khawatir dan tidak perlu panic buying. Pembelian bahan bakar kami imbau untuk tetap sesuai dengan kebutuhan dan untuk tetap hemat dalam penggunaannya mengingat saat ini harga minyak sangatlah mahal," imbuhnya.

Kemudian, mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014, pengguna yang berhak atas Solar subsidi untuk sektor transportasi adalah kendaraan bermotor plat hitam untuk pengangkut orang atau barang. Kemudian, kendaraan bermotor plat kuning kecuali mobil pengangkut hasil tambang dan perkebunan dengan roda lebih dari 6.

Selanjutnya, kendaraan layanan umum seperti ambulance, pemadam kebakaran, pengangkut sampah, kapal angkutan umum berbendera Indonesia, kapal perintis, serta kereta api penumpang umum dan barang.

"Guna memastikan agar pengguna yang berhak atas Solar subsidi bisa dipahami masyarakat. Pertamina bersama seluruh stakeholder dan Pemerintah melalui BPH Migas akan terus meningkatkan edukasi dan sosialisasi mengenai regulasi yang telah dibuat mengenai penyaluran Solar subsidi," tegas Irto.(wan/ns)