Tak Peduli Perlawanan, Lahan 9,8 Ha di Tambakoso akan Dieksekusi
Objek lahan seluas sekitar 9,85 hektare yang berlokasi di Desa Tambakoso, Kecamatan Waru, Sidoarjo akan dieksekusi oleh Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo atas permohonan PT Kejayan Mas, pemohon eksekusi.
Sidoarjo, HARIANBANGSA.net - Objek lahan seluas sekitar 9,85 hektare yang berlokasi di Desa Tambakoso, Kecamatan Waru, Sidoarjo akan dieksekusi oleh Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo atas permohonan PT Kejayan Mas, pemohon eksekusi.
Namun rencana eksekusi tersebut bakal mendapat perlawanan. Pihak termohon eksekusi, yaitu Miftahur Roiyan, selaku ahli waris almarhum Elok Wahibah dan Musofaini, sudah menabuh genderang perlawanan. Meskipun saat ini telah dilakukan peneguran atau aanmaning.
Termohon juga melapor ke Presiden Jokowi hingga Mabes Polri. Bahkan, pihak termohon juga menduduki objek lahan yang akan dieksekusi tersebut. Tak mau kalah, pihak pemohon eksekusi juga melayangkan perlindungan hukum yang ditujukan kepada ketua Mahkamah Agung dan ditembuskan kepada Presiden Jokowi, hingga lembaga lainnya.
"Sebagai pencari keadilan kami tempuh jalur ini agar ada kepastian hukum karena kami sebagai pembeli yang baik," ucap kuasa hukum PT Kejayan Mas, Abdul Salam ketika jumpa pers denga sejumlah media di Sidoarjo, Kamis (4/11).
Salam menjelaskan, objek lahan yang diajukan eksekusi bukan tanpa dasar. Pihaknya, sambung dia, telah membayar lunas objek tersebut pada tahun 2019 kepada Miftahur Roiyan dan Elok Wahibah, termohon eksekusi.
Harga yang disepakati antara penjual dengan pembeli yang diwakili Anthony Hartanto Rusli seharga Rp 45 miliar. "Jadi kalau itu katanya harga sampai Rp 200 miliar itu tidak benar. Kesepakatan itu Rp 45 miliar," jelas Salam.
Dari kesepakatan harga tersebut akhirnya dibayar. "Kami membayar ke rekening bank milik Miftahur Roiyan dan Musofaini (suami Elok Wahibah) total Rp 43,7 miliar. Sisanya diberikan cek dan untuk pengurusan pajak," jelasnya.
Jual beli itu awalnya dilakukan perikatan PPJB di hadapan notaris Sriwati pada tahun 2017 silam. Namun, karena ada pergantian pembeli harus dilakukan pembatalan terlebih dahulu. Pembatalan ini dilakukan di notaris Sujayanto pada 10 Januari 2019 atas permohonan Agung Wobowo, yang saat itu menjadi makelar tanah.
Meski demikiamln, atas kesepakatan dari para pihak yang telah disepakati sebelumnya karena menunggu kelengkapan izin. Akhirnya sehari setelah pembatalan itu terbitlah akta jual beli antara pembeli dengan penjual. "Kami sebagai pembeli beritikad baik telah melakukan pembayaran lunas lahan tersebut," terang Salam.
Setelah transaksi tersebut, objek yang awalnya SHM itu akhirnya diproses perubahan statusnya menjadi SHGB atas nama PT Kejayan Mas. Perubahan itu karena pengembangan properti perumahan, sehingga harus mengurus izin loksi dan lainnya. Objek yang awalnya sertfikat hak milik (SHM) maka harus dilakukan penurunan statusnya menjadi SHGB atas nama PT Kejayan Mas.
Beralihnya alas hak tersebut justru disoal pihak penjual Miftahur Roiyan dan Elok Wahibah. Pihak penjual mengklaim tidak pernah menjual objek tersebut. Persoalan tersebut akhirnya berujung ke meja hijau, ke ranah perdata.
Miftahur Royan dengan PT Kejayan Mas saling gugat menggugat. Perkara tersebut juga bergulir di PTUN. "Gugatan perdata yang sudah inkrah kami dimenangkan Rekopensi kami dikabulkan," ungkap Salam.
Sementara, permohonan PK di PTUN yang diajukan PT Kejayan Mas juga dikabulkan. "Atas dasar itu semua kami mengajukan eksekusi karena putusan MA memutuskan sangat jelas bahwa objek tersebut adalah milik PT Kejayan Mas," ungkapnya.
Salam menyatakan, pihaknya meminta semua pihak menghormati putusan yang sudah inkrah. Ia menyerahkan eksekusi objek tersebut kepada PN Sidoarjo. "Kami serahkan kepada pengadilan. Kami juga siap meminta bantuan pengamanan kepada kepolisian dan TNI agar eksekusi nanti berjalan lancar," pungkasnya.(cat/rd)