Tradisi Unduh-unduh GKJW Jombang Digelar Simbolis
Dalam situasi pandemi Covid-19, umat Kristiani yang merupakan jemaat Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Mojowarno, menggelar tradisi Hari Raya Unduh-unduh. Namun pada perayaan kali ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.
Jombang, HARIAN BANGSA.net - Dalam situasi pandemi Covid-19, umat Kristiani yang merupakan jemaat Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Mojowarno, menggelar tradisi Hari Raya Unduh-unduh. Namun pada perayaan kali ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.
Kali ini, perayaan Unduh-unduh di GKJW Mojowarno digelar secara simbolis. Biasanya terdapat arak-arakan gunungan hasil bumi dari tiap-tiap blok yang diarak melewati jalan raya hingga menuju ke gereja. Sekarang hanya menampilkan miniatur gunungan saja.
Selain itu, jemaat yang datang untuk kebaktian juga wajib mengikuti protokol kesehatan yang diterapkan oleh pemerintah. Sebelum memasuki gereja, para jemaat dilakukan pengecekan suhu tubuh, cuci tangan dan memakai masker.
Jumlah jemaat yang hadir juga dibatasi. Anak-anak serta jemaat yang sudah tua dilarang mengikuti perayaan tersebut. Dalam gereja, penerapan jaga jarak antarjemaat.
Unduh-unduh merupakan tradisi umat Kristiani untuk menyampaikan rasa syukur atas hasil panen warga. Hal ini pun sudah berjalan sejak puluhan tahun dan terpusat di GKJW, Desa-Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang, yang merupakan gereja tertua di Indonesia yang dibangun pada tahun 1879 silam.
Pendeta GKJW Mojowarno Muryo Djayadi mengatakan, Hari Raya Unduh-unduh ini bisanya digelar dengan cara mengarak hasil bumi dari kampung-kampung sekitar gereja, menuju GKJW Mojowarno. Karena saat ini masih dalam masa pandemi Covid-19, maka tradisi arak-arakan hasil bumi terpaksa ditiadakan.
“Tahun ini perayaan Unduh-unduh dalam kondisi Covid-19 dilaksanakan dengan cara sederhana. Ini adalah sebuah tradisi iman yang sudah dibangun sejak dahulu kala,” ucapnya kepada wartawan usai memimpin kebaktian, Minggu (6/9).
Ada tujuh buah hasil bumi yang dibentuk gunungan dan sebagian dibentuk dengan ornamen khas gereja. Hasil bumi berupa padi, sayuran, buah-buahan dan makanan siap saji serta hewan ternak itu, dikumpulkan dari tujuk gereja atau blok yang tersebar di Kecamatan Mojowarno.
Pada tahun sebelumnya hasil bumi dibentuk dengan ukuran 5x3 meter. Saat ini hanya dibatasi dengan ukuran 120 x 80 sentimeter. Hal ini untuk mengurangi jumlah warga yang mengangkat gunungan hasil bumi.
“Sekarang hanya model miniatur gunungan. Ini menunjukkan begitu ekspresi iman mereka dalam menghayati kemurahan, kebaikan, dan berkat-berkat Tuhan. Itu dihayati dan divisualisasikan dalam bentuk miniatur,” terang Muryo.
Pada perayaan Unduh-unduh kali ini, lanjut Muryo, dirinya mengajak para jemaat untuk mendoakan supaya wabah Covid-19 segera berakhir. Doa bersama dilakukan secara khusyuk di dalam gereja selama satu jam.
“Pasti kita memiliki suatu pengharapan bahwa penghayatan atas iman ini kita terbebas dari Covid-19 yang sedang mewabah. Dan kita selalu berdoa supaya upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah agar segera berhasil. Kita bisa hidup berbangsa dan bernegara dengan normal kembali,” pungkasnya.(aan/rd)